Kemarin saya nemuin profil seorang perempuan pengusaha berlatar belakang pendidikan formal sbg apoteker namun bergelut di bidang usaha kreatif sbg fashion designer. Cool!
Saya juga ingin seperti itu… meretas identitas melalui sesuatu yang saya senangi, sesuatu yang menjadi pelecut semangat hidup saya.
Agaknya banyak perenungan tentang identitas yang telah saya lakukan selama ini, namun tak kunjung saya menemui jawaban yang “melegakan”
Foto ini adalah foto saat akad nikah saya, dan sangat terlihat betapa tegangnya saya… ooh bukan, bukan karena ada banyak kamera! Tapi saat itu saya pun sudah berpikir tentang perubahan status yang pastinya akan mengubah identitas saya, seumur hidup!
So… about being somebody…
Menjadi “orang”…
Siapa sih orang yang sudah menjadi “orang” itu?
Masyarakat kita akan menyebut sederet kriteria untuk dipenuhi. Pada jaman susah seperti sekarang ini, tentunya kriteria itu akan didasarkan pada pekerjaan dan pundi-pundi rupiah yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut. Dan saya, masih saja sensitif bila menyangkut –atau disangkut-pautkan– dengan topik bahasan ini.
***
“bukan siapa-siapa”
Jargon “bukan siapa-siapa” itu mengingatkan saya pada lagu mellow-nya D’Massive yang sering diputar oleh sahabat saya, Chibi, sewaktu kami kerja praktek di RSJ Magelang. Betapa beratnya perjuangan untuk menjadi “siapa-siapa” dan diakui oleh masyarakat.
Saya sesungguhnya enggan memusuhi dunia. Saya lebih memilih menjadi anonim dan tersembunyi, namun bila muncul pertanyaan tentang identitas, sulit bagi saya untuk bersembunyi.
“Sekarang kamu kerja dimana?”
Jawaban apa yang saya berikan?
Sesungguhnya bila saya mampu mengabaikan ego dan benar-benar menjadi anonim, saya menjawab saja bahwa saya tidak bekerja. Namun, jawaban itu sungguh melukai ego saya. Dude, saya bukan pengangguran! Masalahnya adalah bagaimana saya mampu menjelaskan tentang pekerjaan saya, bila saya tidak memiliki sepetak square-box berisi meja kerja dan berkas-berkas, bila saya tidak memiliki kantor yang saya jadikan pijakan, bila saya tidak memiliki sebuah nama instansi untuk mengukuhkan identitas pekerjaan saya?
Saya tidak punya semua itu.
Saya cukup punya kepala beserta isinya, serta kedua tangan yang mampu aktif berkarya…
Seperti yang sudah saya sampaikan, ini adalah tantangan yang berat untuk ego saya… being humble is not easy, at all… selalu ada dorongan untuk “melawan”, untuk menunjukkan “this is me“, semacam pembuktian bahwa saya memang melakukan sesuatu.
Tapi… sebenarnya itu semua ditujukan untuk siapa ya?
Untuk memuaskan dahaga masyarakat penggosip kita yang haus akan bahan bahasan perbincangan sore mereka?
Atau memuaskan ego saya atas gengsi/prestise?
***
Seharusnya saya membuang semua pikiran sampah itu ya? Ya iyalah… 😀
Dan fakta bahwa saya tidak perlu berbagi mimpi saya dengan SEMUA orang, terlebih lagi orang-orang yang senyatanya tidak benar-benar peduli pada mimpi saya ini.