Nah, kalau kemarin saya sudah sedikit membahas tentang 4 tipe stress *menurut buku (yang) baru saya (pinjam): Psychology applied to modern life* nah sekarang akan saya lanjutkan ke topik berikutnya, yaitu tentang bagaimana merespon stress.
Cara manusia merespon situasi dan kondisi yang menimbulkan stress baginya itu sangat kompleks dan multidimensional. Sampai ada istilah yang disebut meta-emosi, yaitu emosi yang muncul saat merasakan suatu emosi akibat dari situasi/stimulus tertentu. hyaaa… terdengar ribet yah? Jadi, contohnya nih meta-emosi itu muncul ketika kita merasakan emosi sedih saat kita marah terhadap seseorang. Sedihnya ini bukan karena orang tersebut, tapi -misalnya, mungkin- karena kita merasa amarah kita menjadi destruktif.
Nah, emosi itu sendiri apa sih? Seringkali kita dengar orang mengatakan: “huh kejadian itu membuat aku emosi!” padahal sebenarnya “emosi” yang dia maksud adalah “marah”. Jadinya, seringkali terjadi salah pemahaman terhadap kata emosi. Nah, emosi itu adalah memang suatu konsep yang sangat luas dan cukup membingungkan, hingga para ahli pun kesulitan untuk mendefinisikan emosi secara sepakat. Sederhananya begini, emosi adalah sesuatu yang sangat kuat, suatu perasaan yang seringkali sulit untuk dikuasai/dikontol, yang diikuti oleh perubahan fisiologis. Jadi, emosi itu bukan hanya marah. Sedih, senang, bingung, cemas, takut, penasaran, bahkan galau.. itu juga emosi..
Nah, ketika menghadapi stress, akan ada 3 macam respon yang menyertai, yaitu respon emosional, respon fisiologis, dan respon perilaku. Yuk ah, dibahas satu per satu.
Respon emosional, yaitu respon yang berupa munculnya emosi-emosi tertentu ketika berada dalam situasi stress. Ada 2 macam bentuknya, yaitu emosi negatif dan emosi yang positif. Kenapa emosi negatif cenderung muncul pertama kali saat berada dalam situasi stress? itu karena secara intuitif, diri kita akan melakukan mekanisme pertahanan diri, untuk “menyelamatkan” diri dari hal yang tidak menyenangkan. Menurut Lazarus, respons emosi negatif yang umumnya muncul adalah: MARAH, CEMAS, TAKUT, SEDIH, dan BERDUKA. Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada emosi lain yang muncul. Lazarus menambahkan, ada perasaan bersalah, rasa malu, iri, cemburu, dan juga muak/jijik.
Meskipun, disebutkan bahwa respons orang terhadap stress cenderung dalam bentuk emosi negatif, sebenarnya ada pula bentuk respon emosi positif yang muncul. Emosi positif ini muncul dalam proses lebih lanjut dari upaya individu yang bersangkutan untuk mengatasi situasi stress yang ia hadapi. Emosi positif akan bertahan lebih lama karena ia bersifat memberdayakan dan kemudian meningkatkan daya tahan/resiliensi seseorang terhadap stress. Hal ini yang seringkali tidak disadari oleh individu, karena ia terlalu terpaku pada sisi negatif stress dan respon negatif yang ia tunjukkan.
Nah, kalau individu terpake pada respon emosi negatif, bisa jadi stress akan menjadi lingkaran setan yang tidak berkesudahan. Kenapa? karena respon emosi negatif dapat merusak performa seseorang. Misalnya saja kecemasan. Ketika seorang cemas, ia kan mengalami kesulitan untuk berpikir fokus, bahkan pada orang-orang tertentu dapat membuat orang tersebut gagap dan atau mengalami blocking saat berbicara. Tentu saja hal ini akan secara signifikan berpengaruh pada penampilannya saat menjalani audisi atau wawancara pekerjaan, ya kan? Ketika ia -pada akhirnya- mengalami kegagalan, karena kecemasan yang tidak teratasi, ia akan masuk pada situasi stress yang baru yaitu frustrasi. Dan demikian seterusnya.
Selain respon emosional, respon selanjutnya yang muncul adalah respon fisiologis, yaitu yang dapat ditandai dari reaksi tubuh kita.
hyaaa.. kalau ngomongin respon fisiologis nanti nyambungnya sama sistem kerja organ tubuh, sistem hormon dan kelenjar, serta sistem syaraf. Agak ribet yah? Hhehehe bukan AGAK lagi, tapi SUPER ribet hehehehe.. namun demikian, bisa dipersingkat dan diperjelas seperti ini:
FISIK dan PSIKIS itu saling berkaitan. BADAN dan JIWA itu saling berkaitan. Kenapa? karena BADAN atau FISIK adalah rumah bagi JIWA atau PSIKIS. Maka dari itu pasti akan nyambung, kalau jiwa kita lagi sakit, katakanlah kita lagi sedih gitu ya.. pasti badan kita juga merasakan penurunan daya, misalnya jadi malas makan, malas beraktivitas, lebih senang diam, dst. Dan sebaliknya, ketika tubuh kita lagi sakit, misalnya flu atau migren gitu, pasti perasaan kita juga nggak enak, lebih murung, malas ketemu orang, malas di tempat keramaian, dst. Yang paling mudah lagi ditandai dari respon fisiologis ini yaitu dengan mengamati perubahan detak jantung, apakah konstan, melambat, atau malah menjadi lebih cepat. Lalu kemudian, dapat diperiksa juga produksi keringat, apakah kemudian muncul keringat dingin/gembrobyos, atau biasa-biasa saja. Nah, dua contoh itu yang paling mudah dikenali.
Nah, yang terakhir adalah respons perilaku. Respons bentuk ketiga, sesuai dengan namanya, terwujud dalam serangkaian gerakan dan perilaku yang mengarah pada upaya mengastasi stress. Pada umumnya, respons perilaku ini melibatkan upaya coping – coping refers to active efforts to master, reduce, or tolerate the demands created by stress.
Faktanya, coping ini juga bisa jadi “sehat” atau pun “tidak sehat”. Begini nih, ilustrasinya… Ketika anda mendapatkan nilai buruk saat ujian, apa yang anda lakukan: (1) anda akan belajar lebih giat pada semester berikutnya, (2) anda akan meminta bantuan pada senior atau tutor untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai materi yang dipelajari, (3) menyalahkan dosen anda karena menurut anda beliau tidak fair dalam memberikan penilaian, atau (4) tidak mengambil kelas beliau lagi /walk out. Kalau kita analisis di sini, 2 respons pertama tampaknya lebih sehat ya daripada 2 respons terakhir.
Nah, memang ya… cara masing-masing orang untuk merepons dan menghadapi -to cope with- stress itu berbeda-beda.. ada banyak faktor yang mempengaruhi 🙂
Diharapkan sih kita semua mau mulai mengenali diri kita agar kita nggak sampai terkena dampak dari stress. Tadi sih sudah sedikit saya singgung, misalnya yaitu menurunkan performa, kegagalan menyelesaikan tugas, selain itu juga bisa menyebabkan gangguan pemusatan perhatian, berkurangnya daya ingat dan konsentrasi, burn out -kelelahan yang teramat sangat- dan juga adanya trauma.
Harapannya sih, kita semua dapat mengatasi kondisi stress dengan sehat dan adekuat sehingga tetap dapat tampil prima ya prens!
Tetap semangat!! 😀